Thursday, March 22, 2012

TEORI BEHAVIORISME


TEORI BEHAVIORISME

 
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2011
TEORI BEHAVIORISME 
RINGKASAN

Teori Behaviorisme adalah teori belajar yang menekankan pada hasil belajar dan tidak memperhatikan pada proses berpikir siswa. Menurut teori ini, belajar dipandang sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi berdasarkan paradigma Stimulus-Respon, yaitu suatu proses yang memberikan respon tertentu terhadap stimulus yang datang dari luar. Proses Stimulus-Respon (SR) yaitu dorongan,rangsangan, respon serta penguatan. Ada beberapa jenis teori yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh Behaviorisme yaitu Teori Pengkondisian Klasikal dari Pavlov, serta Teori Connectionism dari Thornaike, Teori Operant Conditioning dari B.F.Skinner, teori Watson, Teori Clark Hull, dan juga Teori Edwin Gutrei. Teori ini memiliki keunggulan dan kelemahan. Keunggulan dari teori ini adalah teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa dan teori ini juga membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar sedangkan kelemahan dari teori ini adalah proses pembelajaran berpusat pada guru dan siswa hanya mendengarkan penjelasan dan menghapal saja sehingga siswa menjadi tidak aktif dan tidak dapat berkembang. Teori ini digunakan disetiap jenjang pendidikan untuk melaksanakan proses pembelajaran dari dulu sampai sekarang.

Kata kunci : teori behaviorisme, stimulus, respon.

A.                PENDAHULUAN
Paradigma baru pendidikan lebih menekankan pada peserta didik sebagai manusia yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang. Siswa aktif dalam mencari, mengembangkan dan mengkonstruksi secara aktif pengetahuan yang didapatkan. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan pembelajaran matematika dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yaitu mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinal, rasa ingin tahu, membuat prediksi,  dan dugaan serta mencoba-coba (Depdiknas, 2006).
National Council of Teachers of Matematics atau NCTM (2000) menyatakan bahwa dalam mempelajari matematika peserta didik tidak hanya bergantung pada apa yang diajarkan, tetapi juga bagaimana matematika itu diajarkan, atau bagaimana peserta didik belajar dalam pembelajaran. Pada dasarnya pembelajaran merupakan proses interaksi, komunikasi dan negosiasi antara guru dan peserta didik. Proses komunikasi yang terjadi tidak selamanya berjalan dengan lancar bahkan proses komunikasi dapat menimbulkan salah pengertian ataupun salah konsep. Untuk itu, guru diharapkan mampu memberikan suatu alternatif pembelajaran bagi peserta didik agar dapat memahami konsep-konsep yang telah diberikan (Wahono, 2007).
Tidak bisa dipungkiri bahwa teori pembelajaran yang diterapkan oleh guru akan berpengaruh terhadap keberhasilan guru dan siswa dalam pembelajaran. Hal ini tentu harus disesuaikan dengan memperhatikan karakteristik siswa itu sendiri termasuk materi yang diajarkan. Sejauh ini kita telah mengenal teori dalam pembelajaran salah satunya adalah Teori Bhviorisme.
Jika ditinjau dari konsep atau teori, teori behaviorisme ini tentu berbeda dengan teori yang lain. Hal ini kita bisa lihat dalam pembelajaran sehari-hari dikelas. Ada berbagai asumsi atau pandangan yang muncul tentang teori behaviorisme. Teori behaviorisme memandang bahwa belajar adalah mengubah tingkah laku siswa dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dan tugas guru adalah mengontrol stimulus dan lingkungan belajar agar perubahan mendekati tujuan yang diinginkan, dan guru pemberi hadiah siswa yang telah mampu memperlihatkan perubahan bermakna sedangkan hukuman diberikan kepada siswa yang tidak mampu memperlihatkan perubahan makna.
Jika dilihat secara sepintas teori behaviorisme ini tentu saling berhubungan dengan teori yang lain. Untuk memberikan pemahaman yang jelas, melalui makalah ini penulis akan mengkaji dan menelaah lebih jauh tentang pengertian teori behaviorisme, keunggulan dan kelemahan behaviorisme, aplikasi teori behaviorisme, dan teori behaviorisme dalam mewujudkan tujuan belajar dan pembelajaran yang sesungguhnya. Melalui makalah ini diharapkan tidak lagi muncul asumsi yang keliru tentang  pendekatan behaviorisme tersebut, sehingga pembaca memang benar-benar mengerti apa dan bagimana pendekatan behaviorisme.

B.                 PEMBAHASAN
2.1     Pengertian Pendekatan Behaviorisme
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respons. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu apabila ia mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Dengan kata lain, belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respons.
Sebagai contoh, anak belum dapat berhitung perkalian. Walaupun ia sudah berusaha giat dan gurunya pun sudah mengajarkan dengan tekun, namun jika anak tersebut belum dapat mempraktekkan perhitungan perkalian, maka ia belum dianggap belajar. Karena ia belum dapat menunjukkan perubahan perilaku sebagai hasil belajar. Dalam contoh tersebut, stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa misalnya daftar perkalian, alat peraga, pedoman kerja, atau cara-cara tertentu, untuk membantu belajar siswa, sedangkan respons adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masuk atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respons dianggap tidak penting diperhatikan karena tidak bisa diamati. Faktor lain yang juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement) penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respons. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respons akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) respons pun akan tetap dikuatkan (Suryabrata, 1990).
Misalnya, ketika peserta  didik di beri tugas oleh guru. Ketika tugasnya ditambahkan,  maka ia akan semakin giat belajarnya. Maka penambahan tugas tersebut merupakan penguatan positif (positif reinforcement) dalam belajar. Bila tugas-tugas dikurangi dan pengurangan ini justru meningkatkan aktifitas belajarnya, maka pengurangan tugas merupakan penguatan negatif (negative reinforcement) dalam belajar. Jadi penguatan merupakan suatu bentuk stimulus yang penting  diberikan atau dihilangkan untuk memungkinkan terjadinya respons.
Terdapat beberapa pandangan tokoh-tokoh tentang pendekatan behaviorisme yang dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya sebagai berikut.
1.        Pavlov
2.        Thorndike
3.        Watson
4.        Clark Hull
5.        Edwin Guthrie, dan
6.        Skiner
Masing-masing tokoh memberikan pandangan tersendiri tentang apa dan bagaimana behavoristik tersebut.
1.        Teori Pengkondisian Klasikal dari Pavlov
Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia yaitu desa tempat ayahnya Peter Dmitrievich Pavlov menjadi seorang pendeta. Ia dididik di sekolah gereja dan melanjutkan ke Seminari Teologi. Pavlov lulus sebagai sarjan kedokteran dengan bidang dasar fisiologi. Pada tahun 1884 ia menjadi direktur departemen fisiologi pada institute of Experimental Medicine dan memulai penelitian mengenai fisiologi pencernaan. Ivan Pavlov meraih penghargaan nobel pada bidang Physiology or Medicine tahun 1904. Karyanya mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikology behavioristik di Amerika. Karya tulisnya adalah Work of Digestive Glands(1902) dan Conditioned Reflexes(1927).
Classic conditioning ( pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya.
Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang diinginkan. Kemudian Pavlov mengadakan eksperimen dengan menggunakan binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia berbeda dengan binatang.
Ia mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi pipi pada seekor anjing. Sehingga kelihatan kelenjar air liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing tersebut. Kini sebelum makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula.
Makanan adalah rangsangan wajar, sedang sinar merah adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat(kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing tersebut. Peristiwa ini disebut: Reflek Bersyarat atau Conditioned Respons.
Pavlov berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih. Bectrev murid Pavlov menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada manusia, yang ternyata diketemukan banyak reflek bersyarat yang timbul tidak disadari manusia.
Melalui eksperimen tersebut Pavlov menunjukkan bahwa belajar dapat mempengaruhi perilaku seseorang.
2.        Teori Koneksionisme Thorndike
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus (S) dengan respon (R ). Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon dari adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang. Dalam eksperimennya, Thorndike menggunakan kucing. Dari eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) tersebut diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha –usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error learning atau selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi.
Dari percobaan ini Thorndike menemukan hukum-hukum belajar sebagai berikut
a.       Hukum Kesiapan(law of readiness), yaitu semakin siap suatu organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
b.      Hukum Latihan (law of exercise), yaitu semakin sering tingkah laku diulang/ dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Prinsip law of exercise adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan. Sehingga prinsip dari hokum ini menunjukkan bahwa prinsip utama dalam belajar adalah ulangan. Makin sering diulangi, materi pelajaran akan semakin dikuasai.
c.       Hukum akibat(law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi.  
Selain tiga hukum di atas Thorndike juga menambahkan hokum lainnya dalam belajar yaitu Hukum Reaksi Bervariasi (multiple response), Hukum Sikap ( Set/ Attitude), Hukum Aktifitas Berat Sebelah ( Prepotency of Element), Hukum Respon by Analogy, dan Hukum perpindahan Asosiasi ( Associative Shifting).
3.        Teori Conditioning Watson
Watson merupakan seorang behavioris murni. Kajian Watson tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh dapat diamati dan diukur. Menurut Watson, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respons. Dalam hal ini, stimulus dan respons yang dimaksud dibentuk dari tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan dapat diukur. Watson mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar dan ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan.
4.        Teori Systematic Behavior Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respons untuk menjelaskan pengertian tentang belajar. Dalam hal ini, ia sangat terpengaruh oleh teori evolusi yang dikembangkan oleh Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat terutama untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab itu, teori Hull mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemenuhan kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia. Sehingga stimulus dalam belajar pun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respons yang mungkin akan muncul dapat bermacam-macam bentuknya. Dalam kenyataannya, teori-teori demikian tidak banyak digunakan dalam kehidupan praktis, terutama setelah Skinner memperkenalkan teorinya. Hingga saat ini, teori Hull masih sering dipergunakan dalam berbagai eksperimen di laboratorium.
5.        Teori Conditioning Edwin Guthrie
Demikian halnya dengan Edwin Guthrie, ia juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respons untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Menurut Edwin, stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan biologis sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Clark dan Hull. Dalam hal ini, hubungan antara stimulus dan respons cenderung hanya bersifat sementara. Oleh sebab itu, dalam kegiatan belajar perlu diberikan sesering mungkin stimulus agar hubungan antara stimulus dan respons bersifat lebih tetap. Ia juga mengemukakan agar respons yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, sehingga diperlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respons tersebut. Guthrie juga percaya bahwa hukuman(punishment) memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu merubah kebiasaan dan perilaku seseorang. Setelah Skinner mengemukakan dan mempopulerkan pentingnya penguatan (reinforcement) dalam teori belajarnya, sehingga hukuman tidak lagi dipentingkan dalam belajar.
6.        Teori Operant Conditioning Skinner
Konsep-konsep yang dikemukakan oleh Skinner tentang belajar mampu mengungguli konsep-konsep lain yang dikemukakan oleh para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana dan dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar secara komprehensif. Menurut Skinner, hubungan antara stimulus dan respons yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh sebelumnya.
Oleh sebab itu, untuk memahami tingkah laku seseorang secara benar perlu terlebih dahulu memahami hubungan antara stimulus satu dengan lainnya, serta memahami respons yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin akan timbul sebagai akibat dari respons tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa, dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah.
Sebab, setiap alat yang dipergunakan perlu penjelasan lagi, demikia  seterusnya. Dari semua pendukung Teori behavioristik, Teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, Pembelajaran berpogram, modul, dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program-program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan oleh Skinner.
2.2     Keunggulan dan Kelemahan Teori Behaviorisme
a)        Keunggulan Teori Behaviorisme
1)         Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih
membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus
dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan
langsung seperti diberi permen atau pujian.
2)         Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi
belajar
3)        Kelemahan Teori Behaviorisme
Kelemahan teori behaviorisme adalah sebagai berikut.
1)        Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang diamati dan diukur.
2)        Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa (teori skinner) baik hukuman verbal maupun fisik seperti kata – kata kasar, ejekan ,  jeweran yang justru berakibat buruk pada siswa.
2.3    Aplikasi Teori Behaviorisme dalam Pembelajaran
Teori psikologi belajar yang sangat besar mempengaruhi arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah teori behaviorisme. Teori ini menekankan pada terbentuknya prilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behaviorisme dengan model hubungan stimulus-responsnya, mendudukkan yang belajar sebagai individu yang pasif. Respons atau prilaku tertentu dapat dibentuk karena dikondisi dengan cara tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya prilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai hukuman. 
Istilah-istilah seperti hubungan stimulus-respons, individu atau siswa pasif, prilaku sebagai hasil belajar yang tampak, pembentukan perilaku (shaping) dengan penataan kondisi secara tepat, reinforcement dan hukuman, ini semua merupakan unsur-unsur yang sangat penting dalam teori behaviorisme. Teori ini hingga sekarang masih merajai praktek pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat paling dini, seperti Kelompok Bermain, Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai di Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau hukuman masih sering dilakukan.
Aplikasi teori behaviorisme dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti : tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi sehingga belajar adalah perolehan pendidikan. Sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar atau siswa. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Aplikasi teori belajar behaviorisme menurut tokoh-tokoh antara lain :

a.        Aplikasi Teori Pavlov
Contohnya yaitu pada awal tatap muka antara guru dan murid dalam kegiatan belajar mengajar, seorang guru menunjukkan sikap yang ramah dan memberi pujian terhadap murid-muridnya, sehingga para murid merasa terkesan dengan sikap yang ditunjukkan gurunya.
b.      Aplikasi Teori Thorndike
1.      Sebelum guru dalam kelas mulai mengajar, maka anak-anak disiapkan mentalnya terlebih dahulu. Misalnya anak disuruh duduk yang rapi, tenang dan sebagainya.
2.      Guru mengadakan ulangan yang teratur, bahkan dengan ulangan yang ketat atau sistem drill.
3.      Guru memberikan bimbingan, pemberian hadiah, pujian, bahkan bila perlu hukuman sehingga memberikan motivasi proses belajar mengajar.

c.        Aplikasi Teori Skinner
Guru mengembalikan dan mendiskusikan pekerjaan siswa yang telah diperiksa dan dinilai sesegera mungkin.

Selain itu, penerapan teori behaviouristik adalah dengan pemberian bahan pembelajaran dalam bentuk utuh kepada peserta didik, hasil belajar segera disampaikan kepada peserta didik, proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar, dan materi pelajaran digunakan sistem modul.

C.                PENUTUP
3.1  Simpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut.
1.        Teori behaviorisme memandang bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respons.
2.        Keunggulan teori behaviorisme adalah Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus
dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian dan membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar. K
elemahan dari teori ini adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat meanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang diamati dan diukur, murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan, dan siswa (teori skinner) baik hukuman verbal maupun fisik seperti kata-kata kasar, ejekan, jeweran yang justru berakibat buruk pada siswa.
3.        Penerapan teori behaviouristik adalah dengan pemberian bahan pembelajaran dalam bentuk utuh kepada peserta didik, hasil belajar segera disampaikan kepada peserta didik, proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar, dan materi pelajaran digunakan sistem modul. Selain itu, setiap teori yang dikemukan oleh tokok behaviorisme juga memiliki aplikasi sendiri dalam pembelajaran. Aplikasi dari teori Pavlov adalah pada awal tatap muka antara guru dan murid dalam kegiatan belajar mengajar, seorang guru menunjukkan sikap yang ramah dan memberi pujian terhadap murid-muridnya, sehingga para murid merasa terkesan dengan sikap yang ditunjukkan gurunya. Aplikasi dari teori Thorndike adalah sebelum memulai mengajar dalam kelas, peserta didik harus disiapkan terlebih dahulu mentalnya, guru mengadakan ulangan yang teratur dan memberikan pujian atau hadiah kecil kepada siswa. Sedangkan aplikasi dari teori Skinner adalah guru sesegera mungkin mengembalikan dan mendiskusikan hasil pekerjaan siswa.
3.2    Saran
       Saran yang dapat penulis sampaikan dari makalah ini, sebaiknya dalam proses pembelajaran di sekolah-sekolah tidak cenderung menggunakan teori belajar behaviorisme karena teori ini hanya berpusat pada guru dan siswa tidak diberikan kesempatan untuk mengembangkan daya imajinasinya sehingga siswa cenderung menjadi pasif dan kurang kreatif. Selain itu, teori ini juga masih menggunakan hukuman berupa kata-kata kasar dan adanya hukuman fisik.


DAFTAR RUJUKAN

Rosyada, Dede. 2004. Paradigma Pendidikan Demokratis. Jakarta: Prenada Media.

Anonim. 2010. Behavioristik. Http://Har-Stkip.Blogspot.Com/Search/Label/Behavioristik. Diakses pada tanggal 25 Februari 2010.

Anonim. 2010. Analisis Teori Belajar Ateori. http://ktpunnes2007.blogspot.com/2009/04/analisis-teori-belajar-ateori.html. Diakses pada tanggal 25 Februari 2010.

Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Anonim.2011.Teori Belajar Behavioristik. http://kamalfachri.wordpress.com/2011/02/07/teori-belajar-behavioristik/. Diakses pada tanggal 10 Maret 2011


No comments: